Bintang dan Matahari Bumi

" Mungkin lebih baik kalau kita udahan aja, Ma " ucapnya yang akhirnya membuka pembicaraan setelah sekian lama hanya terdiam.
" Bi, memang udah berkali-kali kita mau putus, tapi selalu nggak jadi karena kita masih saling cinta dan ingin bertahan. Sekarang kenapa lagi Bi ? " tanya ku yang terkejut dengan perkataannya.
" Ya aku tu capek Ma, kita tu berantem mulu. Aku butuh konsentrasi untuk menggapai cita-citaku." jawabnya memberi alasan.
" Capek ?? Bisa lebih lucu lagi nggak alasannya ? Rasa sayang ada capeknya ya ? Capek atau udah ada yang lebih dari aku ? " ucapku ketus dan mulai meninggikan nada bicara.
" Kamu tu apaan sih ? Aku tu cuma sayang sama kamu. Percaya dong Ma, aku cuma sayang sama kamu. Tapi memang kayaknya kita lebih baik sendiri-sendiri aja. Kita fokus sama cita-cita kita.. " ucapnya mencoba menjelaskan kembali.
" Ya udahlah Bi, aku sadar, aku bukan orang kaya, aku belum kuliah, aku nggak fashionable seperti keinginanmu, aku nggak bakal bisa jadi dokter ataupun yang setara itu seperti keinginan ibumu. Matahari dan Bintang memang tidak akan pernah bersatu. Karena mereka adalah 2 hal yang berbeda. " setelah mengatakan semua yang aku rasakan, akhirnya aku segera berlari keluar dari cafe yang kami kunjungi. Sekilas aku melihat Bintang yang hanya duduk menundukkan kepalanya.
Bintang memang sedang serius untuk menggapai cita-citanya menjadi seorang pilot dan dia sangat ambisius terhadap cita-citanya itu. Dia pernah bercerita kepadaku, bahwa ibunya menginginkan menantu minimal seorang dokter nantinya. Sedangkan aku ?? Aku saja masih tidak tau akan kuliah atau tidak dan cita-citaku hanya menjadi seorang penulis. Karena nantinya, aku tidak ingin menjadi seorang wanita karier yang terlalu sibuk sampai lupa mengurus anak dan keluarga.
      Awalnya memang aku menangis tak henti-henti setelah percakapan terakhir kami itu. Tapi aku semakin membulatkan tekat ku untuk menggapai cita-citaku. Aku akan membuktikan keberhasilan ku padanya suatu hari nanti.
                            ****
      Aku memang bukan anak orang kaya yang dengan gampangnya untuk meminta izin melanjutkan kuliah kepada orang tuaku. Aku cukup tau diri saja. Akhirnya aku memutuskan untuk mengurusi kedua adikku yang sekarang bersama kakek dan nenekku. Orang tuaku  sudah bercerai. Kedua orang tuaku terlalu sibuk hingga tidak ada yang bisa mengurus kami. Hal ini juga yang menjadi alasanku yang nantinya hanya ingin menjadi seorang ibu rumah tangga yang penuh cinta untuk anak-anak ku kelak dan keluargaku.
        Dari pada aku hanya menganggur di rumah, akhirnya aku memutuskan untuk membuka les atau bimbingan belajar di rumahku. Semua hal untuk keperluan les dan jadwalnya sudah aku persiapkan dengan baik. Aku membuat brosur dengan tulisan tanganku sendiri dan meminta tolong kepada adikku untuk memperbanyak brosur dengan difoto copy. Setelah semuanya siap, aku meminta tolong kembali kepada adikku untuk membagi kan brosur itu kepada teman-temannya di sekolah.
       Sudah beberapa bulan ini aku disibukkan dengan kegiatan mengajar les dari siang hingga malam. Uang yang aku kumpulkan pun mulai banyak. Aku memutuskan untuk membeli laptop karena aku benar-benar bercita-cita menjadi seorang penulis.
        Hari-hari yang aku jalani, aku lalui dengan kesabaran. Aku dekatkan diriku kepada Tuhan, memohon kepada-nya kemudahan serta kesabaran. Setiap hari aku mencoba membuat karangan cerita disela kesibukkanku mengajar. Hingga akhirnya aku berhasil menciptakan 1 karya novel pertama ku. Dengan kesungguhan aku mengirimkan naskah kepada salah satu penerbit buku ternama. Nasakahku pun diterima dengan baik.
         Aku terus menulis dan menulis, sampai akhirnya aku bisa menciptakan beberapa karya. Aku yang akhirnya bisa menghasilkan uang sendiri, mencoba mendaftarkan diri ke salah satu universitas swasta di Jakarta. Hingga akhirnya aku diterima dan menjadi mahasiswa di universitas tersebut. Aku mengambil jurusan psikologi untuk menambah ilmuku yang nantinya akan aku gunakan untuk mengurus rumah tanggaku kelak.
                           ****
     Usiaku sekarang sudah 26 tahun. Silih berganti laki-laki yang datang kepada orang tuaku untuk melamar ku. Beberapa lamaran yang telah menghampiriku berhasil aku tolak secara halus dengan berbagai alasan.
      Hari-hari ku sekarang disibukkan dengan menulis, mengisi seminar, dan pemotretan, karena aku terpilih menjadi model ambassador salah satu brand pakaian muslimah ternama. Aku juga sedang mempersiapkan diriku untuk wisuda gelar S1 ku. Sungguh, aku sangat mensyukuri nikmat yang telah Tuhan berikan kepadaku. Tujuan hidupku untuk membahagiakan keluarga dan adik-adikku pun bisa tercapai.
      Sudah bertahun-tahun lamanya setelah aku berpisah dengan Bintang, namun aku belum bisa menggantikan posisinya di hatiku dengan siapapun. Walaupun dia telah membuat hatiku sakit dan kecewa, namun entah mengapa aku tetap mencintainya. Terkadang sesekali aku mencari tahu kehidupannya yang sekarang melalui media sosial. Ada perasaan lega tersendiri saat mengetahui bahwa dia pun belum menikah. Dia pun berhasil menjadi seorang pilot seperti keinginannya. Aku benar-benar tidak tahu, sampai kapan aku akan mencintainya dan apakah dia juga masih mencintaiku atau tidak. Aku hanya bisa berdo'a kepada Sang Pemilik hati untuk memberikan pendamping hidup yang terbaik untukku.
                           ****
      Siang itu ibukota benar-benar panas dan sesak. Aku yang dikejar waktu untuk pemotretan jadi mulai sedikit panik.
" Pak Didi, gak ada jalan lain ya memangnya ? Ambil jalan tikus kek atau gimana gitu. Udah mau telat nih pak. " kataku kepada supir pribadiku dengan sedikit panik.
" Ya udah neng, bapak cari jalan pintas ya, " jawab pak Didi yang mulai mengarahkan mobilku untuk masuk ke gang kecil.
Jalanan yang kecil membuat mobilku hanya bisa melaju pelan. Tapi tidak apa-apalah, batinku. Daripada hanya berhenti karena macet. Saat sedang asik melamun, tiba-tiba pak Didi memberhentikan mobil.
" Ada apa pak kok berhenti ? " tanya ku kepada pak Didi kebingungan.
" Itu kayaknya habis ada yang kecelakaan deh neng, " jawab pak Didi sambil melihat kejadian melalui jendela mobil.
Entah mengapa, tiba-tiba saja aku merasakan nyeri di dadaku dan jantungku pun berdebar-debar. Aku merasakan hal tidak enak di hatiku. Aku pun memutuskan untuk turun dari mobilku dan melihat kejadian lebih dekat. Aku sebenarnya tidak ingin turun, tapi hatiku lah yang memerintahkan ku untuk turun. Semakin aku mendekat ke tempat kejadian, semakin aku bisa melihat jelas bahwa ternyata ada kecelakaan mobil yang menabrak pohon di kompleks ini. Aku pun semakin penasaran dan mendekatkan diriku ke arah korban.
" Haa.. Bintang !! Bin..tang ! Bi bangun Bi ! " setelah aku mendekati korban, ternyata korban itu adalah Bintang. Aku pun langsung memeluknya sambil menangis.
" Neng kenal sama masnya ? Tadi sudah kami telfonkan ambulans neng, " kata salah satu warga disitu. Aku yang sedih hanya bisa mengangguk mendengar ucapan warga itu. Aku menangis sambil memegangi tangan Bintang.
Beberapa saat kemudian, ambulans datang dan segera membawa Bintang masuk ke dalam ambulans. Aku pun ikut melangkah masuk ke dalam ambulans untuk menemani Bintang. Di dalam ambulans, aku pun segera menelfon pak Didi.
" Hallo pak Didi, pak Didi ikutin ambulansnya ya pak, saya didalamnya. " ucapku dengan nada suara parau karena menangis. Aku pun langsung mematikan sambungan telfonku.
Salah satu perawat memberikanku ponsel dan dompet milik Bintang. Aku lalu memasukkannya ke dalam tas ku.
       Sesampainya di rumah sakit, tim medis segara berlari kecil membawa tubuh Bintang ke ruang operasi. Aku hanya bisa duduk termenung dan menunggu di depan pintu ruangan. Salah satu perawat keluar dan menanyakan tentang diriku dan Bintang sebagai data.
" Suster, kalau nanti keluarga pasien datang, tolong jangan berikan identitas saya kepada mereka, " kataku kepada suster itu.
" Iya, baik Bu. " ucap suster dengan ramah. Aku hanya tidak ingin Bintang tahu siapa yang membawanya ke rumah sakit.
       Setelah berjam-jam menunggu, akhirnya Bintang dapat dipindahkan ke ruang rawat inap. Aku dan pak Didi segara menyusul masuk ke ruangan tersebut. Aku duduk di samping Bintang. Aku hanya bisa memandangi wajahnya dan memegang tangannya. Jujur saja, aku sangat merindukannya saat ini.
" Neng Tari, gimana dengan jadwal pemotretannya ? " tanya pak Didi lirih yang langsung membuyarkan lamunan ku.
" Ya ampun pak Didi, makasih ya udah ngingetin, " jawabku kaget. Aku benar-benar lupa dengan agendaku. Aku segera mengambil ponselku dan melihat sudah ada berpuluh-puluh panggilan tak terjawab dan berpuluh-puluh pesan yang menyuruhku segera datang. Aku langsung menelfon salah satu asistenku di lokasi pemotretan.
" Hallo Tia, sorry banget ya gue lupa kalau ada pemotretan. Gue sekarang lagi ada di rumah sakit ngurusin temen gue yang habis kecelakaan. " ucap ku panik dan meminta maaf.
" Gila ya lu Tar, udah cepetan kesini ! Kita masih nunggu kok. Soalnya bang Romi tadi juga terlambat, " jawab Tia dengan kesal. Bang Romi adalah fotografer ku untuk hari ini.
" Thank you Tia, gue langsung kesana, " aku langsung menutup telfonku dan memasukkannya ke dalam tas. Di dalam tas, aku melihat ponsel dan dompet Bintang. Aku segera mengeluarkannya. Aku baru ingat bahwa aku belum menghubungi keluarganya. Segera aku mengambil ponselnya dan menghidupkannya.
" Yaelah, ada polanya lagi ! Apa ini polanya ? " kataku yang berbicara sendiri. Aku memikirkan, kira-kira pola apa yang cocok. Tiba-tiba aku teringat beberapa tahun yang lalu saat mereka masih berpacaran. Pola untuk HP Bintang adalah huruf M yang diambil dari namanya, Matahari.  Dia pun mencobanya dan ternyata berhasil. Matahari benar-benar sedih mengetahui bahwa Bintang tidak mengubah pola password hpnya dan Matahari semakin sedih karena melihat wallpaper HP Bintang adalah foto mereka berdua saat masih bersama. Matahari lalu mencari nomor telfon keluarga Bintang. Setelah berhasil, dia lalu memberitahu keadaan Bintang dan letak rumah sakitnya.
       Awalnya aku ingin meninggalkan Bintang begitu saja, tapi aku merasa tidak tega dan kasihan. Akhirnya aku menunggu hingga keluarganya datang, lalu berpamitan pulang.
" Sebentar, mbak namanya siapa ya ? " tanya ibu Bintang kepadaku.
" Emm.. Panggil saja saya Bee, Tante. B-E-E." jawabku kepada ibu Bintang. Aku tidak ingin mereka mengetahui identitas ku.
" Baiklah, terimakasih mbak Bee sudah mau mengantarkan dan menunggu anak kami, Bintang." kata ibu Bintang yang ramah dengan senyuman.
Aku pun segera meninggalkan rumah sakit untuk menuju lokasi pemotretan.
                           ****
       Sudah berminggu-minggu lamanya setelah kejadian kecelakaan Bintang. Matahari terus memikirkan Bintang dan bersyukur bahwa Bintang masih mengingatnya dan benar-benar mencintainya. Dia ingin sekali bertemu Bintang lagi. Dan semoga Tuhan memperkenalkannya.
" Ke SMA 1 kan neng ? " tanya pak Didi memastikan.
" Iya pak, " jawabku singkat. Kami sedang menuju tempat diadakannya seminar kepenulisan dan aku menjadi salah satu pengisi acara tersebut. Aku melihat diriku sekali lagi melalui cermin bedakku. Penampilan yang menarik akan membangkitkan minat yang positif terhadap para peserta, setidaknya itu menurutku.
       Sesampainya di lokasi seminar, aku langsung dipersilahkan duduk.
Setelah beberapa menit aku mengisi acara tersebut, akhirnya tibalah pada sesi tanya jawab.
" Mari yang ingin bertanya bisa mengajukan dirinya dengan mengacungkan tangan ke atas, " ucap moderator kepada para peserta.
" Iya itu mas yang pakai baju biru dongker silahkan berdiri, " ucap moderator kepada salah satu peserta. Petugas acara segera memberikan microfon kepada peserta. Aku melihat peserta itu sekilas. Dia mengenakan kaca mata, berkumis, dan memakai topi.
" Emm Ma, " ucapnya mengawali pembicaraan. Aku benar-benar kenal dengan suara itu dan panggilan itu. Aku lalu mengalihkan pandanganku ke arah lelaki itu.
" Ma, aku ingin bertanya. Apakah kamu telah memaafkan ku ? Apakah kamu masih mencintaiku ? " mendengar pertanyaan peserta tersebut, semua peserta segera memalingkan pandangannya ke arah peserta itu, yang tidak lain adalah Bintang. Aku hanya bisa menangis mendengar perkataan Bintang.
" Ma, aku hanya ingin memperbaiki perkataanmu dahulu. Kamu bilang bahwa Matahari dan Bintang tidak akan bisa bersama. Mereka memang tidak bisa bersama, tapi apakah Bintang dan Matahari di bumi juga tidak bisa bersama ? Dan kamu juga melupakan bahwa Matahari sejatinya adalah Bintang. Matahari adalah bagian dari Bintang. " aku dan para peserta hanya bisa tertegun mendengarkan ucapannya. Bahkan beberapa peserta perempuan sudah ada yang ikut menangis bersamaku. Bintang membuka kaca mata dan topinya, lalu melepas kumis palsunya. Dia lalu berjalan mendekatiku dan berdiri tepat di hadapanku. Aku tidak mampu berkata apa-apa saat itu. Aku hanya terharu dan menangis. Dia lalu berlutut dan mengeluarkan kotak yang berisi gelang emas putih.
" Ma, aku minta maaf. Will you marry me ? Aku tau kamu sangat menyukai aksesoris gelang. Jika kamu menerimaku, tolong ambil gelang ini." suasana di ruang seminar mulai ricuh dengan teriakan menyuruhku menerimanya.
" I Will, " jawabku singkat lalu mengambil gelang itu. Bintang langsung berdiri dan memelukku erat. Aku pun membalas pelukannya dan tak henti-hentinya menangis karena bahagia. Para peserta bertepuk tangan dan bersorak Sorai. Ada pula yang bersiul.
" Aku tau bahwa kamu yang telah menolongku ke rumah sakit. Saat aku bertanya kepada keluargaku siapa yang menolong ku, mereka menyebutkan nama Bee. Aku langsung tau benar bahwa itu pasti kamu. Karena Bee adalah panggilan yang awalnya ingin kamu berikan kepadaku namun aku menolaknya. Maafin aku ya Ma, " kata Bintang menjelaskannya kepadaku. Membuat suasana semakin ramai tidak terkendali.
      Jangan pernah khawatir akan siapa pasangan kita kelak. Karena setiap tulang rusuk yang hilang pasti akan kembali kepada pemiliknya tanpa tertukar. Jika memang cinta, jagalah cinta itu dalam setiap do'a. Berserahlah kepada Yang Maha Kuasa. Jika ternyata nantinya kita tidak dibersamakan dengan seseorang yang selalu kita sebut namanya dalam do'a, mungkin kita akan dibersamakan dengan seseorang yang selalu menyebut nama kita dalam do'anya. Yang pasti, keputusan Tuhan adalah yang terbaik. Senantiasa lah memperbaiki diri dan menuju apa yang kita cita-citakan. Karena Tuhan telah menjanjikan pasangan yang baik untuk seseorang yang baik dan begitu pula sebaiknya.

Comments

Popular posts from this blog

Dia

Hai Hati !

Jogja Never Sleep